Sambil
menikmati secangkir teh hangat ditengah gemericik suara hujan, tiba-tiba saya
ingin menuliskan tentang gagasan paperless school. Kertas adalah barang yang
sangat esensial dalam berbagai bidang, salah satunya di bidang pendidikan.
Buku-buku pelajaran dicetak pada kertas, soal latihan, lembar kerja, dan
rencana pembelajaran butuh kertas untuk di print, fotocopy materi pelajaran
untuk siswa juga membutuhkan kertas.
Namun, apakah kita pernah menyadari betapa
kebiasaan kita dalam menggunakan kertas kerap mubazir? Kita sadar ga sih bahwa
satu pohon itu hanya bisa menghasilkan 16 rim kertas? satu rim sama dengan 500
lembar kertas. satu batang pohon dapat menghasilkan oksigen yang dibutuhkan
untuk 3 orang bernapas. Untuk memproduksi 1 ton kertas, dibutuhkan 3 ton kayu
dan 98 ton bahan baku lainnya. Setiap jam, dunia kehilangan 1.732,5 hektar
hutan karena ditebang untuk menjadi bahan baku kertas (dikutip dari
www.akuinginhijau.org).
Kesadaran
Paperless Harus Ditumbuhkan
Budaya
sekolah dalam memberikan informasi kepada orangtua siswa melalui surat pada
kertas harus mulai diarahkan ke arah digital, dimana surat atau informasi yang
diberikan bisa dikirim via email. Saya yakin sekali jika semua orangtua
terutama yang menyekolahkan anaknya di sekolah yang tergolong baik pasti
mempunyai email. Praktis bukan? Print saja satu lembar untuk guru kelas sebagai
arsip. Biasanya juga saya sering fotokan informasi surat tersebut lalu saya
kirimkan kepada perwakilan kelas melalui Whatsapp, sebelum anak-anaknya sampai
rumah, orangtua sudah tahu ada info apa tadi di sekolah.
Jika
satu kelas ada 22 siswa, dikalikan dengan jumlah kelas dari kelas 1 sampai
kelas 6, umpama setiap level terdiri dari dua kelas, misalnya A dan B, maka
akan ada 12 kelas dan total kertas yang diperlukan sebanyak 264 lembar. Dalam
satu minggu, selalu ada saja surat info untuk orangtua. Bayangkan betapa banyak
kertas yang telah dihabiskan? Oleh karena itu akan sangat menghemat kertas jika
penginformasian dilakukan via email saja.
Selanjutnya
pemborosan lainnya yang tanpa guru dan siswa sadari yaitu kurangnya kebiasaan
3R, Reduce, Reuse,danRecycledi lingkungan sekolah. Contohnya saja pengeprint-an
dokumen jarang menggunakan kertas bekas (yang dibagian belakangnya masih
kosong), guru, termasuk saya kerap menggunakan kertas baru (minta
ditoyor,hehe), selain itu dalam memfotocopy soal kuis, soal ujian, lembar kerja
siswa, handout, kurang membiasakan dengan system fotocopy bolak-balik. Pernah
suatu kali saya tanya kepada guru senior, “Pak, bagaimana jika fotocopy soal
kuisnya bolak-balik?”, beliau menjawab” tidak usah lah, nanti disangkanya kita
kok pelit amat oleh orangtua”.
Masuk
akal juga sih, nanti disangkanya sekolah bayaran sudah mahal tetapi fotocopy
saja pailit sekali. Nah, oleh sebab itu perlu ada sosialisasi mengenai
paperless school ini kepada orangtua, guru, serta karyawan sekolah lainnya.
Supaya bisa saling bersinergi memulai langkah nyata menjadi bagian dari solusi
ancaman global warming,mengingat semakin hari jumlah pohon semakin berkurang
saja akibat penggunaan kertas dan tissue yang tak terkontrol.
Di
kelas,saya sering kumpulkan kertas-kertas bekas dan saya taruh dalam boks untuk
siswa pakai menggambar maupun membuat pesawat dari kertas. Tak apalah,
setidaknya kertas bekas masih bisa dimanfaatkan untuk menyalurkan kegemaran
mereka. Jangan sampai kertas bekas yang dibagian belakangnya masih polos
terbuang begitu saja di tempat sampah.
Yuk,
para guru kita mulai mengurangi penggunaan kertas dengan cara-cara sederhana
seperti menggunakan kembali (Reuse) kertas yang bisa dipakai untuk print,
fotocopy, dan corat-coret ide mengajar. Lalu, biasakan print dokumen yang penting
saja (Reduce), jika tak perlu-perlu banget simpan saja di Flashdisk atau di
google drive. Selanjutnya, ketika menggandakan worksheet atau soal mulailah
dengan memintanya di copy bolak-balik kepada tukang fotocopy-nya.
Saya
yakin, jika satu sekolah saja bisa menerapkan program paperless school, banyak
sekali pohon yang bisa terselamatkan. Anda setuju? (Yuli
Puspitasari)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar